I.
PENDAHULUAN
Dzikir
dan doa adalah harapan dan permintaan. Manusia sering lari kepada Tuhannya saat
tiada lagi tempat meminta yang dapat diharapkan
kecuali kepada Dzat Pengasih dan Penyayang.
Dzikir
dan doa merupakan salah satu bentuk
ibadah yang dianjurkan oleh agama. Salah satu manfaat dianjurkannya dzikir dan
doa adalah sebagai terapi penyembuhan penyakit, baik penyakit psikis maupun
penyakit fisik.
Dr. D.B Larson (1992)
dan pakar lainnya dalam berbagai penelitian yang berjudul Religious Commitment and Health, menyimpulkan bahwa dalam memandu
kesehatan manusia yang serba kompleks
dengan segala keterkaitannya, hendaknya komitmen agama sebagai sesuatu
kekuatan jangan diabaikan begitu saja. Selanjutnya dikemukakan bahwa agama
dapat berperan sebagai pelindung daripada sebagai penyebab masalah.[1]
Oleh karena itu, dzikir dan doa sebagai anjuran agama merupakan salah satu
solusi dalam penyembuhan berbagai penyakit.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa
makna dzikir dan doa?
2. Bagaimana
terapi penyembuhan dengan dzikir dan doa?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian
Dzikir dan Doa
Pengertian
Dzikir
Lafadz
dzikir berasal dari bahasa Arab yang
menurut bahasa memiliki bermacam-macam arti, diantaranya menyebut, mengingat,
menuturkan, menjaga, mengerti, dan perbuatan baik. Bahkan lafadz yang tersusun
dari akar kata dzal, kaf, dan ra’ dalam al-Qur’an terulang dalam 115
kali dengan berbagai bentuknya dan memiliki makna yang beraneka ragam sesuai
dengan konteks ayat.[2]
Kadang-kadang
lafadz tersebut berarti: mengingat, orang yang memiliki pengetahuan, dan dapat
juga berarti al-Qur’an, yaitu Aldzikra. Seperti
dalam firman Allah dalam QS al-Hijr / 15: 9, yang artinya, “Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan Aldzikra (al-Qur’an) dan
sesungguhnya Kami lah yang benar-benar menjaganya”.[3]
Sa’id
Ibn Jubair ra dan para ulama’ lainnya menjelaskan, yang dimaksud dengan dzikir
itu adalah semua ketaatan yang diniatkan karena Allah SWT. Hal itu berarti
tidak terbatas masalah tasbih, tahlil,
tahmid dan takbir. Tetapi semua
aktivitas manusia yang diniatkan pada Allah SWT. Ini erat dengan sabda
Rasulullah, “Barang siapa duduk dan
termenung dan lupa mengingat Allah, dan barang siapa berbaring dan lupa
mengingat Allah, berarti dia lepas dari Allah.”[4]
Dzikir
merupakan nafas dalam kehidupan tasawuf. Ibnu Atha’illah As-Sakandari, membagi
dzikir menjadi tiga bagian, yaitu dzikir jali
(nyata, jelas), dzikir khafi (dzikir
yang samar-samar), dan dzikir haqiqi
(dzikir yang sebenar-benarnya). Dzikir jali adalah suatu perbuatan mengingat
Allah SWT dalam bentuk ucapan lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur,
dan do’a kepada Allah SWT yang lebih menampakkan suara yang jelas untuk
menuntun gerak hati. Dzikir khafi
adalah dzikir yang dilakukan secara khusyu’ oleh ingatan hati, baik disertai
dzikir lisan atau pun tidak. Sedangkan dzikir haqiqi, adalah tingkat dzikir yang paling tinggi, yang dilakukan
oleh seluruh jiwa raga, lahiriyah dan bathiniyah, kapan dan mana saja, dengan
memperketat upaya untuk memelihara seluruh jiwa raga dari larangan Allah dan
mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.[5]
Inti
dari dzikir tidak lain adalah perwujudan diri manusia sebagai hamba yang
berkewajiban mengabdikan diri hanya kepada Allah. Sudah barang tentu pengabdian
manusia ini tidak hanya ditunjukkan dengan ucapan saja melainkan ditunjukkan
pula dalam keseluruhan gerak tubuh, sebagaimana kalangan sufi melukiskan dzikir
7 bagian tubuh. Yaitu 1) Dzikir dua mata dengan menangis sewaktu ingat dan
menyebut nama Allah. 2) Dzikir dua
telinga dengan mendengarkan ajaran-ajaran Allah penuh perhatian. 3) Dzikir lidah dengan sanjungan dan pujian
kepada Allah. 4) Dzikir dua tangan
dengan suka memberikan pertolongan kepada orang lain. 5) Dzikir badan dengan kesetiaan dan pemenuhan
kewajiban. 6) Dzikir hati dengan takut kepada Allah disertai harapan
kepada-Nya. 7) Dzikir ruh dengan
penyerahan sepenuhnya serta ridla kepada-Nya.[6]
Pengertian Doa
Kata
doa, menurut bahasa artinya permohonan atau panggilan.[7]
Sedangkan do’a dalam pengertian keagamaan Islami adalah seruan, permintaan,
permohonan, pertolongan, dan ibadah kepada Allah SWT supaya terhindar dari mara
bahaya dan mendapatkan manfaat.[8]
Menurut
Dadang Hawari, doa merupakan salah satu bentuk komitmen keagamaan seseoarang.
Doa sendiri merupakan permohonan yang dimunajatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Pengampun. Selain itu, doa
merupakan suatu amalan dalam bentuk ucapan ataupun dalam hati yang berisikan
permohonan kepada Allah SWT, dengan selalu mengingat nama-Nya dan sifat-Nya.[9]
Kemudian
berpegang pada sabda Rasulullah bahwa do’a adalah inti (sumsum) ibadah. Ibadah
disini diartikan semua usaha manusia yang bermanfaat dan karena Allah. Niat
karena Allah ini perwujudannya do’a. karena do’a itu membuat ibadah punya makna
dan tujuan. Dan ibadah itu sendiri hanyalah jasad yang digerakkan oleh do’a.
Maka konsep do’a dekat dengan dzikir bil
lisan sedang ibadah yang benar dekat dengan dzikir bil arkan. Atau dengan bahasa lain seseorang yang berdo’a
untuk suatu permintaan atau sebuah sanjungan kepada Allah maka do’a itu harus
muncul dalam perbuatannya (ibadah). Dalam konteks
permintaan, ibadah ini berarti usaha untuk mendapatkan yang diminta. Sebab
kalau orang meminta tetapi tidak mengusahakan agar permintaannya terpenuhi sama
artinya mengatakan sesuatu yang tidak diperbuatnya. Padahal Allah amat benci
dengan orang yang demikian. Firman Allah:[10]
“Amat besar kebencian di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan yang tiada kamu kerjakan.”[11]
Secara
umum, terdapat adab tertentu untuk melakukan do’a yang diyakini dapat
dikabulkan. Adab-adab tersebut antara lain, hendaknya dilalui dengan taubat;
menghadap kiblat; membaca ta’awudz; membaca basmalah; membaca hamdalah; dan
sholawat atas Nabi saw., kemudian barulah menyampaikan keinginan dengan menyebut nama Allah SWT. Setelah
selesai, hendaknya shalawat lagi dan memuji Allah. Berdoa hendaknya dilakukan
dengan khusyuk, penuh harap dan keyakinan, serta dengan suara yang rendah.
Tidak boleh berdoa untuk hal-hal yang tidak baik, yang dilarang, yang merugikan
orang lain, dan memutus silaturrahim.[12]
B. Terapi
Dzikir dan Doa
Suatu
survey yang dilakukan oleh majalah TIME dan CNN serta USA Weekend (1996),
menyatakan bahwa lebih dari 70 pasien percaya bahwa keimanan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, do’a dan dzikir dapat membantu mempercepat proses penyembuhan
penyakit. Sementara itu lebih dari 64% pasien menyatakan bahwa para dokter
hendaknya juga memberikan terapi psikoreligius antara lain dalam bentuk berdoa
dan berdzikir. Dari penelitian ini terungkap bahwa sebenarnya para pasien
membutuhkan terapi keagamaan, selain terapi dengan obat-obatan dan tindakan
medis lainnya.[13]
Penelitian
yang dilakukan oleh Snyderman (1996)
terhadap hubungan antara komitmen agama dan terapi medik mendukung
temuan-temuan sebelumnya, sehingga kesimpulannya adalah bahwa terapi medik saja tanpa disertai dengan doa
dan dzikir, tidaklah lengkap; sebaliknya doa dan dzikir tanpa disertai terapi
medik tidaklah efektif.[14]
Bagi
yang beragama Islam, ayat dan hadits dapat diamalkan dalam upaya meningkatkan
kekebalan fisik maupun mental terhadap penyakit. Ayat dan hadits yang merujuk
pada do’a dan dzikir yang dimaksud adalah yang artinya:
1.
“Aku
mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila berdo’a kepada-Ku”.
(Q.S. Al-Baqarah, 2:
186)
2.
“Adalah
Rasulullah saw, mengingat (berdzikir) kepada Allah untuk sepanjang waktunya.
(H.R. Aisyah r.a).[15]
Menurut Amin Syukur, ada beberapa macam
berdzikir, yaitu dzikir jaher (suara
keras), dzikir sir (suara hati),
dzikir ruh (suara ruh/ Sikap dziki),
dzikir fi’ly (aktivitas), dzikir Afirmasi, dan dzikir pernafasan. Dzikir
model terakhir inilah yang banyak bermanfaat untuk proses penyembuhan penyakit
fisik.[16]
Untuk suatu proses penyembuhan penyakit,
dzikir pernafasan dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu teknik umum, teknik
pernafasan I dan teknik pernafasan II. Lebih jelas dapat dilihat dalam
urutan-urutan laku sebagai berikut:
a. Teknik
Umum
·
Mata terpejam,
·
Mengosongkan nafas,
·
Membaca basmalah,
·
Lidah diketuk/ditempelkan ke
langit-langit,
·
Menarik nafas, masukkan ke dalam perut,
·
Menahan nafas di perut (sambil berdo’a,
mohon disembuhkan, dikuatkan dan dinormalkan)),
·
Mengeluarkannya melalui mulut, sambil
mengucapkan : “Allahu Akbar”.
b. Teknik
Pernafasan I
Pernafasan
dilakukan sebanyak tiga kali:
·
Konsepkan penyakit, bayangkan seperti
apa.
·
Pernafasan I s/d III, visualisasi
mengeluarkan penyakit dari tubuh,
·
Setelah penyakit keluar, diikuti
visualisasi gunting memutus penyakit tersebut,
·
Kata “putus” diucapkan dalam hati.
c. Teknik
pernapasan II
·
Pernafasan IV, visualisasi cahaya putih
(kesembuhan) menyinari seluruh tubuh, kemudian ditarik kembali dan
diputar-putar pada organ yang dirasa sakit.
·
Pernafasan V, visualisasi cahaya kuning
keemasan (kesehatan), dengan cara yang sama.
·
Pernafasan VI, visualisasi cahaya ungu
(kekuatan) dengan cara yang sama.
·
Pernafasan VII, visualisasi air
(pembersihan), dengan cara yang sama.
Setelah itu, dilanjutkan dengan membaca
do’a berikut:
·
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
·
Bimillaahisysyafii,
·
Bismillaahil
Kaafi,
·
Bismillaahil
Mu’aafii,
·
Bismillaahi
Rabbissamaawaati wal Ardli,
·
Bismillahilladzii
Laayadlurru Ma’asmihii Syai’un fil Ardli wa laa Fissamaa’i, wa Huwassamii’ul
‘Alim.
Yang
artinya:
·
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang,
·
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha
menyembuhkan,
·
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha
Mencukupi,
·
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha
Menyehatkan,
·
Dengan menyebut nama Allah, Pemelihara langit
dan bumi,
·
Dengan menyebut nama Dzat yang dengan
nama-Nya itu tak satupun dapat membahayakan, baik di bumi dan di langit. Dia
Yang Maha Mendengar dan Maha Tahu.
Bila
tidak berkemungkinan maka berdoa semampunya.[17]
Supaya
tidak keluar dari rel syariat, dianjurkan agar dzikir dan doa yang dilaksanakan
didasarkan dalil (nash). Baik
al-Qur’an maupun hadist Nabi Muhammad Saw. Tidak dapat sembarangan menyampaikan
dzikir. Begitu juga dengan doa. Ada suatu cerita yang disampaikan Ubay bin
Ka’ab. Suatu ketika Ubay berada di sisi Rasulullah Saw., lalu datang seorang
Arab Badui. Kemudian Arab Badui ini berkata kepada Nabi, “Hai Nabi Saw
sesungguhnya aku mempunyai seorang saudara yang sedang dalam keadaan sakit.” Beliau
bertanya, “Sakit apa?” Dia mnejawab, “Sakit lamam
(stress ringan).” Kemudian dia membawanya menghadap kepada Nabi. Kemudian
diletakkan tangan beliau di atas tangannya seraya memohon disembuhkan dari
sakitnya dengan perantara (wasilah) zikir
dan doa sebagai berikut.
1. Membaca
Surah al-Fatihah.
2. Membaca
empat ayat awal Surah al-Baqarah, dan membaca ayat 263, lalu membaca tiga ayat
akhir al-Baqarah dan ayat kursi.
3. Membaca
ayat 18 dari surah Ali Imran.
4. Membaca
ayat 114 Surah Thaha.
5. Membaca
ayat 3 Surah Jin.
6. Membaca
10 ayat dari awal surah ash-Shaffat.
7. Membaca
surah al-Mu’awwidzatain dan surah al-Ikhlas.[18]
IV.
KESIMPULAN
Dzikir secara bahasa berarti menyebut, mengingat,
menuturkan, menjaga, mengerti, dan perbuatan baik. Sedangkan secara istilah
yaitu semua ketaatan yang diniatkan karena Allah. Adapun Doa secara bahasa
berarti permohonan atau panggilan. Sedangkan do’a secara istilah adalah seruan,
permintaan, permohonan, pertolongan, dan ibadah kepada Allah SWT supaya terhindar
dari mara bahaya dan mendapatkan manfaat.
Dzikir dan doa dapat dijadikan terapi penyembuhan
terhadap penyakit, atan tetapi juga harus disertai usaha medik. Dalam terapi
dzikir dikenal dengan dzikir pernafasan, yaitu terdiri dari teknik umum, teknik
pernafasan I, dan teknik pernafasan II. Agar tidak melenceng dari koridor
syari’at Islam, maka dzikir dan doa harus berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits.
[1]
Dadang Hawari, Integrasi Agama dalam
Pelayanan Medik, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2008, hal. 5.
[2]
Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2003, hal. 277.
[3]
ibid
[4]
Abu Wardah bin Waskat, Wasiat Dzikir dan
Doa Rasullah saw, Media Insani, Yogyakarta, 2006, hal. 6.
[5]
Amin Syukur, Sufi Healing (Terapi dalam
Literatur Tasawuf), IAIN Walisongo, Semarang, 2010, hal. 85
[6]
Amin Syukur Tasawuf Kontekstual, loc. cit
hal. 85
[7]
Amin Syukur, Sufi Healing (Terapi dalam
Literatur Tasawuf), op. cit, hal. 92
[8]
Rifyal Ka’bah, Dzikir dan Doa dalam
al-Qur’an, Penerbit Paramadina, Jakarta Selatan, 1999, hal. 30
[9]
Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan
Metode Tasawuf, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2012, hal. 79
[10]
Abu Wardah bin Waskat, loc. cit, hal.
24
[11]
QS Ash-Shaff:3
[12]
Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan
Metode Tasawuf, op. cit, hal. 30
[13]
Dadang Hawari, Integrasi Agama dalam
Pelayanan Medik, loc. cit, hal. 55
[14]
Ibid, hal. 56
[15]
Ibid, hal. 57
[16]
Amin Syukur, sufi Healing, Terapi dengan
Metode Tasawuf, loc. cit, hal. 74
[17]
Ibid, hal. 76-77
[18]
Amin Syukur, kuberserah, Kisah Nyata
Survivor Kanker yang divonis Memiliki Kesempatan Hidup Hanya Tiga Bulan, Noura
Book, Jakarta Selatan, 2012. hal. 111-112I.
PENDAHULUAN
Dzikir
dan doa adalah harapan dan permintaan. Manusia sering lari kepada Tuhannya saat
tiada lagi tempat meminta yang dapat diharapkan
kecuali kepada Dzat Pengasih dan Penyayang.
Dzikir
dan doa merupakan salah satu bentuk
ibadah yang dianjurkan oleh agama. Salah satu manfaat dianjurkannya dzikir dan
doa adalah sebagai terapi penyembuhan penyakit, baik penyakit psikis maupun
penyakit fisik.
Dr. D.B Larson (1992)
dan pakar lainnya dalam berbagai penelitian yang berjudul Religious Commitment and Health, menyimpulkan bahwa dalam memandu
kesehatan manusia yang serba kompleks
dengan segala keterkaitannya, hendaknya komitmen agama sebagai sesuatu
kekuatan jangan diabaikan begitu saja. Selanjutnya dikemukakan bahwa agama
dapat berperan sebagai pelindung daripada sebagai penyebab masalah.[1]
Oleh karena itu, dzikir dan doa sebagai anjuran agama merupakan salah satu
solusi dalam penyembuhan berbagai penyakit.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa
makna dzikir dan doa?
2. Bagaimana
terapi penyembuhan dengan dzikir dan doa?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian
Dzikir dan Doa
Pengertian
Dzikir
Lafadz
dzikir berasal dari bahasa Arab yang
menurut bahasa memiliki bermacam-macam arti, diantaranya menyebut, mengingat,
menuturkan, menjaga, mengerti, dan perbuatan baik. Bahkan lafadz yang tersusun
dari akar kata dzal, kaf, dan ra’ dalam al-Qur’an terulang dalam 115
kali dengan berbagai bentuknya dan memiliki makna yang beraneka ragam sesuai
dengan konteks ayat.[2]
Kadang-kadang
lafadz tersebut berarti: mengingat, orang yang memiliki pengetahuan, dan dapat
juga berarti al-Qur’an, yaitu Aldzikra. Seperti
dalam firman Allah dalam QS al-Hijr / 15: 9, yang artinya, “Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan Aldzikra (al-Qur’an) dan
sesungguhnya Kami lah yang benar-benar menjaganya”.[3]
Sa’id
Ibn Jubair ra dan para ulama’ lainnya menjelaskan, yang dimaksud dengan dzikir
itu adalah semua ketaatan yang diniatkan karena Allah SWT. Hal itu berarti
tidak terbatas masalah tasbih, tahlil,
tahmid dan takbir. Tetapi semua
aktivitas manusia yang diniatkan pada Allah SWT. Ini erat dengan sabda
Rasulullah, “Barang siapa duduk dan
termenung dan lupa mengingat Allah, dan barang siapa berbaring dan lupa
mengingat Allah, berarti dia lepas dari Allah.”[4]
Dzikir
merupakan nafas dalam kehidupan tasawuf. Ibnu Atha’illah As-Sakandari, membagi
dzikir menjadi tiga bagian, yaitu dzikir jali
(nyata, jelas), dzikir khafi (dzikir
yang samar-samar), dan dzikir haqiqi
(dzikir yang sebenar-benarnya). Dzikir jali adalah suatu perbuatan mengingat
Allah SWT dalam bentuk ucapan lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur,
dan do’a kepada Allah SWT yang lebih menampakkan suara yang jelas untuk
menuntun gerak hati. Dzikir khafi
adalah dzikir yang dilakukan secara khusyu’ oleh ingatan hati, baik disertai
dzikir lisan atau pun tidak. Sedangkan dzikir haqiqi, adalah tingkat dzikir yang paling tinggi, yang dilakukan
oleh seluruh jiwa raga, lahiriyah dan bathiniyah, kapan dan mana saja, dengan
memperketat upaya untuk memelihara seluruh jiwa raga dari larangan Allah dan
mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.[5]
Inti
dari dzikir tidak lain adalah perwujudan diri manusia sebagai hamba yang
berkewajiban mengabdikan diri hanya kepada Allah. Sudah barang tentu pengabdian
manusia ini tidak hanya ditunjukkan dengan ucapan saja melainkan ditunjukkan
pula dalam keseluruhan gerak tubuh, sebagaimana kalangan sufi melukiskan dzikir
7 bagian tubuh. Yaitu 1) Dzikir dua mata dengan menangis sewaktu ingat dan
menyebut nama Allah. 2) Dzikir dua
telinga dengan mendengarkan ajaran-ajaran Allah penuh perhatian. 3) Dzikir lidah dengan sanjungan dan pujian
kepada Allah. 4) Dzikir dua tangan
dengan suka memberikan pertolongan kepada orang lain. 5) Dzikir badan dengan kesetiaan dan pemenuhan
kewajiban. 6) Dzikir hati dengan takut kepada Allah disertai harapan
kepada-Nya. 7) Dzikir ruh dengan
penyerahan sepenuhnya serta ridla kepada-Nya.[6]
Pengertian Doa
Kata
doa, menurut bahasa artinya permohonan atau panggilan.[7]
Sedangkan do’a dalam pengertian keagamaan Islami adalah seruan, permintaan,
permohonan, pertolongan, dan ibadah kepada Allah SWT supaya terhindar dari mara
bahaya dan mendapatkan manfaat.[8]
Menurut
Dadang Hawari, doa merupakan salah satu bentuk komitmen keagamaan seseoarang.
Doa sendiri merupakan permohonan yang dimunajatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Pengampun. Selain itu, doa
merupakan suatu amalan dalam bentuk ucapan ataupun dalam hati yang berisikan
permohonan kepada Allah SWT, dengan selalu mengingat nama-Nya dan sifat-Nya.[9]
Kemudian
berpegang pada sabda Rasulullah bahwa do’a adalah inti (sumsum) ibadah. Ibadah
disini diartikan semua usaha manusia yang bermanfaat dan karena Allah. Niat
karena Allah ini perwujudannya do’a. karena do’a itu membuat ibadah punya makna
dan tujuan. Dan ibadah itu sendiri hanyalah jasad yang digerakkan oleh do’a.
Maka konsep do’a dekat dengan dzikir bil
lisan sedang ibadah yang benar dekat dengan dzikir bil arkan. Atau dengan bahasa lain seseorang yang berdo’a
untuk suatu permintaan atau sebuah sanjungan kepada Allah maka do’a itu harus
muncul dalam perbuatannya (ibadah). Dalam konteks
permintaan, ibadah ini berarti usaha untuk mendapatkan yang diminta. Sebab
kalau orang meminta tetapi tidak mengusahakan agar permintaannya terpenuhi sama
artinya mengatakan sesuatu yang tidak diperbuatnya. Padahal Allah amat benci
dengan orang yang demikian. Firman Allah:[10]
“Amat besar kebencian di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan yang tiada kamu kerjakan.”[11]
Secara
umum, terdapat adab tertentu untuk melakukan do’a yang diyakini dapat
dikabulkan. Adab-adab tersebut antara lain, hendaknya dilalui dengan taubat;
menghadap kiblat; membaca ta’awudz; membaca basmalah; membaca hamdalah; dan
sholawat atas Nabi saw., kemudian barulah menyampaikan keinginan dengan menyebut nama Allah SWT. Setelah
selesai, hendaknya shalawat lagi dan memuji Allah. Berdoa hendaknya dilakukan
dengan khusyuk, penuh harap dan keyakinan, serta dengan suara yang rendah.
Tidak boleh berdoa untuk hal-hal yang tidak baik, yang dilarang, yang merugikan
orang lain, dan memutus silaturrahim.[12]
B. Terapi
Dzikir dan Doa
Suatu
survey yang dilakukan oleh majalah TIME dan CNN serta USA Weekend (1996),
menyatakan bahwa lebih dari 70 pasien percaya bahwa keimanan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, do’a dan dzikir dapat membantu mempercepat proses penyembuhan
penyakit. Sementara itu lebih dari 64% pasien menyatakan bahwa para dokter
hendaknya juga memberikan terapi psikoreligius antara lain dalam bentuk berdoa
dan berdzikir. Dari penelitian ini terungkap bahwa sebenarnya para pasien
membutuhkan terapi keagamaan, selain terapi dengan obat-obatan dan tindakan
medis lainnya.[13]
Penelitian
yang dilakukan oleh Snyderman (1996)
terhadap hubungan antara komitmen agama dan terapi medik mendukung
temuan-temuan sebelumnya, sehingga kesimpulannya adalah bahwa terapi medik saja tanpa disertai dengan doa
dan dzikir, tidaklah lengkap; sebaliknya doa dan dzikir tanpa disertai terapi
medik tidaklah efektif.[14]
Bagi
yang beragama Islam, ayat dan hadits dapat diamalkan dalam upaya meningkatkan
kekebalan fisik maupun mental terhadap penyakit. Ayat dan hadits yang merujuk
pada do’a dan dzikir yang dimaksud adalah yang artinya:
1.
“Aku
mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila berdo’a kepada-Ku”.
(Q.S. Al-Baqarah, 2:
186)
2.
“Adalah
Rasulullah saw, mengingat (berdzikir) kepada Allah untuk sepanjang waktunya.
(H.R. Aisyah r.a).[15]
Menurut Amin Syukur, ada beberapa macam
berdzikir, yaitu dzikir jaher (suara
keras), dzikir sir (suara hati),
dzikir ruh (suara ruh/ Sikap dziki),
dzikir fi’ly (aktivitas), dzikir Afirmasi, dan dzikir pernafasan. Dzikir
model terakhir inilah yang banyak bermanfaat untuk proses penyembuhan penyakit
fisik.[16]
Untuk suatu proses penyembuhan penyakit,
dzikir pernafasan dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu teknik umum, teknik
pernafasan I dan teknik pernafasan II. Lebih jelas dapat dilihat dalam
urutan-urutan laku sebagai berikut:
a. Teknik
Umum
·
Mata terpejam,
·
Mengosongkan nafas,
·
Membaca basmalah,
·
Lidah diketuk/ditempelkan ke
langit-langit,
·
Menarik nafas, masukkan ke dalam perut,
·
Menahan nafas di perut (sambil berdo’a,
mohon disembuhkan, dikuatkan dan dinormalkan)),
·
Mengeluarkannya melalui mulut, sambil
mengucapkan : “Allahu Akbar”.
b. Teknik
Pernafasan I
Pernafasan
dilakukan sebanyak tiga kali:
·
Konsepkan penyakit, bayangkan seperti
apa.
·
Pernafasan I s/d III, visualisasi
mengeluarkan penyakit dari tubuh,
·
Setelah penyakit keluar, diikuti
visualisasi gunting memutus penyakit tersebut,
·
Kata “putus” diucapkan dalam hati.
c. Teknik
pernapasan II
·
Pernafasan IV, visualisasi cahaya putih
(kesembuhan) menyinari seluruh tubuh, kemudian ditarik kembali dan
diputar-putar pada organ yang dirasa sakit.
·
Pernafasan V, visualisasi cahaya kuning
keemasan (kesehatan), dengan cara yang sama.
·
Pernafasan VI, visualisasi cahaya ungu
(kekuatan) dengan cara yang sama.
·
Pernafasan VII, visualisasi air
(pembersihan), dengan cara yang sama.
Setelah itu, dilanjutkan dengan membaca
do’a berikut:
·
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
·
Bimillaahisysyafii,
·
Bismillaahil
Kaafi,
·
Bismillaahil
Mu’aafii,
·
Bismillaahi
Rabbissamaawaati wal Ardli,
·
Bismillahilladzii
Laayadlurru Ma’asmihii Syai’un fil Ardli wa laa Fissamaa’i, wa Huwassamii’ul
‘Alim.
Yang
artinya:
·
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang,
·
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha
menyembuhkan,
·
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha
Mencukupi,
·
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha
Menyehatkan,
·
Dengan menyebut nama Allah, Pemelihara langit
dan bumi,
·
Dengan menyebut nama Dzat yang dengan
nama-Nya itu tak satupun dapat membahayakan, baik di bumi dan di langit. Dia
Yang Maha Mendengar dan Maha Tahu.
Bila
tidak berkemungkinan maka berdoa semampunya.[17]
Supaya
tidak keluar dari rel syariat, dianjurkan agar dzikir dan doa yang dilaksanakan
didasarkan dalil (nash). Baik
al-Qur’an maupun hadist Nabi Muhammad Saw. Tidak dapat sembarangan menyampaikan
dzikir. Begitu juga dengan doa. Ada suatu cerita yang disampaikan Ubay bin
Ka’ab. Suatu ketika Ubay berada di sisi Rasulullah Saw., lalu datang seorang
Arab Badui. Kemudian Arab Badui ini berkata kepada Nabi, “Hai Nabi Saw
sesungguhnya aku mempunyai seorang saudara yang sedang dalam keadaan sakit.” Beliau
bertanya, “Sakit apa?” Dia mnejawab, “Sakit lamam
(stress ringan).” Kemudian dia membawanya menghadap kepada Nabi. Kemudian
diletakkan tangan beliau di atas tangannya seraya memohon disembuhkan dari
sakitnya dengan perantara (wasilah) zikir
dan doa sebagai berikut.
1. Membaca
Surah al-Fatihah.
2. Membaca
empat ayat awal Surah al-Baqarah, dan membaca ayat 263, lalu membaca tiga ayat
akhir al-Baqarah dan ayat kursi.
3. Membaca
ayat 18 dari surah Ali Imran.
4. Membaca
ayat 114 Surah Thaha.
5. Membaca
ayat 3 Surah Jin.
6. Membaca
10 ayat dari awal surah ash-Shaffat.
7. Membaca
surah al-Mu’awwidzatain dan surah al-Ikhlas.[18]
IV.
KESIMPULAN
Dzikir secara bahasa berarti menyebut, mengingat,
menuturkan, menjaga, mengerti, dan perbuatan baik. Sedangkan secara istilah
yaitu semua ketaatan yang diniatkan karena Allah. Adapun Doa secara bahasa
berarti permohonan atau panggilan. Sedangkan do’a secara istilah adalah seruan,
permintaan, permohonan, pertolongan, dan ibadah kepada Allah SWT supaya terhindar
dari mara bahaya dan mendapatkan manfaat.
Dzikir dan doa dapat dijadikan terapi penyembuhan
terhadap penyakit, atan tetapi juga harus disertai usaha medik. Dalam terapi
dzikir dikenal dengan dzikir pernafasan, yaitu terdiri dari teknik umum, teknik
pernafasan I, dan teknik pernafasan II. Agar tidak melenceng dari koridor
syari’at Islam, maka dzikir dan doa harus berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits.
[1]
Dadang Hawari, Integrasi Agama dalam
Pelayanan Medik, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2008, hal. 5.
[2]
Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2003, hal. 277.
[3]
ibid
[4]
Abu Wardah bin Waskat, Wasiat Dzikir dan
Doa Rasullah saw, Media Insani, Yogyakarta, 2006, hal. 6.
[5]
Amin Syukur, Sufi Healing (Terapi dalam
Literatur Tasawuf), IAIN Walisongo, Semarang, 2010, hal. 85
[6]
Amin Syukur Tasawuf Kontekstual, loc. cit
hal. 85
[7]
Amin Syukur, Sufi Healing (Terapi dalam
Literatur Tasawuf), op. cit, hal. 92
[8]
Rifyal Ka’bah, Dzikir dan Doa dalam
al-Qur’an, Penerbit Paramadina, Jakarta Selatan, 1999, hal. 30
[9]
Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan
Metode Tasawuf, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2012, hal. 79
[10]
Abu Wardah bin Waskat, loc. cit, hal.
24
[11]
QS Ash-Shaff:3
[12]
Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan
Metode Tasawuf, op. cit, hal. 30
[13]
Dadang Hawari, Integrasi Agama dalam
Pelayanan Medik, loc. cit, hal. 55
[14]
Ibid, hal. 56
[15]
Ibid, hal. 57
[16]
Amin Syukur, sufi Healing, Terapi dengan
Metode Tasawuf, loc. cit, hal. 74
[17]
Ibid, hal. 76-77
[18]
Amin Syukur, kuberserah, Kisah Nyata
Survivor Kanker yang divonis Memiliki Kesempatan Hidup Hanya Tiga Bulan, Noura
Book, Jakarta Selatan, 2012. hal. 111-112
Tidak ada komentar:
Posting Komentar