Selasa, 03 Juni 2014

Terapi Dzikir dan Doa

I.             PENDAHULUAN
Dzikir dan doa adalah harapan dan permintaan. Manusia sering lari kepada Tuhannya saat tiada lagi tempat meminta yang dapat diharapkan  kecuali kepada Dzat Pengasih dan Penyayang.
Dzikir  dan doa merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan oleh agama. Salah satu manfaat dianjurkannya dzikir dan doa adalah sebagai terapi penyembuhan penyakit, baik penyakit psikis maupun penyakit fisik.
         Dr. D.B Larson (1992) dan pakar lainnya dalam berbagai penelitian yang berjudul Religious Commitment and Health, menyimpulkan bahwa dalam memandu kesehatan manusia yang serba kompleks  dengan segala keterkaitannya, hendaknya komitmen agama sebagai sesuatu kekuatan jangan diabaikan begitu saja. Selanjutnya dikemukakan bahwa agama dapat berperan sebagai pelindung daripada sebagai penyebab masalah.[1] Oleh karena itu, dzikir dan doa sebagai anjuran agama merupakan salah satu solusi dalam penyembuhan berbagai penyakit.

II.          RUMUSAN MASALAH
1.      Apa makna dzikir dan doa?
2.      Bagaimana terapi penyembuhan dengan dzikir dan doa?

III.       PEMBAHASAN
A.    Pengertian Dzikir dan Doa
Pengertian Dzikir
Lafadz dzikir berasal dari bahasa Arab yang menurut bahasa memiliki bermacam-macam arti, diantaranya menyebut, mengingat, menuturkan, menjaga, mengerti, dan perbuatan baik. Bahkan lafadz yang tersusun dari akar kata dzal, kaf, dan ra’ dalam al-Qur’an terulang dalam 115 kali dengan berbagai bentuknya dan memiliki makna yang beraneka ragam sesuai dengan konteks ayat.[2]
Kadang-kadang lafadz tersebut berarti: mengingat, orang yang memiliki pengetahuan, dan dapat juga berarti al-Qur’an, yaitu Aldzikra. Seperti dalam firman Allah dalam QS al-Hijr / 15: 9, yang artinya, “Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan Aldzikra (al-Qur’an) dan sesungguhnya Kami lah yang benar-benar menjaganya”.[3]
Sa’id Ibn Jubair ra dan para ulama’ lainnya menjelaskan, yang dimaksud dengan dzikir itu adalah semua ketaatan yang diniatkan karena Allah SWT. Hal itu berarti tidak terbatas masalah tasbih, tahlil, tahmid dan takbir. Tetapi semua aktivitas manusia yang diniatkan pada Allah SWT. Ini erat dengan sabda Rasulullah, “Barang siapa duduk dan termenung dan lupa mengingat Allah, dan barang siapa berbaring dan lupa mengingat Allah, berarti dia lepas dari Allah.”[4]
Dzikir merupakan nafas dalam kehidupan tasawuf. Ibnu Atha’illah As-Sakandari, membagi dzikir menjadi tiga bagian, yaitu dzikir jali (nyata, jelas), dzikir khafi (dzikir yang samar-samar), dan dzikir haqiqi (dzikir yang sebenar-benarnya).  Dzikir jali adalah suatu perbuatan mengingat Allah SWT dalam bentuk ucapan lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur, dan do’a kepada Allah SWT yang lebih menampakkan suara yang jelas untuk menuntun gerak hati. Dzikir khafi adalah dzikir yang dilakukan secara khusyu’ oleh ingatan hati, baik disertai dzikir lisan atau pun tidak. Sedangkan dzikir haqiqi, adalah tingkat dzikir yang paling tinggi, yang dilakukan oleh seluruh jiwa raga, lahiriyah dan bathiniyah, kapan dan mana saja, dengan memperketat upaya untuk memelihara seluruh jiwa raga dari larangan Allah dan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.[5]
Inti dari dzikir tidak lain adalah perwujudan diri manusia sebagai hamba yang berkewajiban mengabdikan diri hanya kepada Allah. Sudah barang tentu pengabdian manusia ini tidak hanya ditunjukkan dengan ucapan saja melainkan ditunjukkan pula dalam keseluruhan gerak tubuh, sebagaimana kalangan sufi melukiskan dzikir 7 bagian tubuh. Yaitu 1) Dzikir dua mata dengan menangis sewaktu ingat dan menyebut nama Allah. 2) Dzikir dua telinga dengan mendengarkan ajaran-ajaran Allah penuh perhatian. 3) Dzikir lidah dengan sanjungan dan pujian kepada Allah. 4) Dzikir dua tangan dengan suka memberikan pertolongan kepada orang lain. 5) Dzikir  badan dengan kesetiaan dan pemenuhan kewajiban. 6) Dzikir hati dengan takut kepada Allah disertai harapan kepada-Nya. 7) Dzikir ruh dengan penyerahan sepenuhnya serta ridla kepada-Nya.[6]
Pengertian Doa
Kata doa, menurut bahasa artinya permohonan atau panggilan.[7] Sedangkan do’a dalam pengertian keagamaan Islami adalah seruan, permintaan, permohonan, pertolongan, dan ibadah kepada Allah SWT supaya terhindar dari mara bahaya dan mendapatkan manfaat.[8]
Menurut Dadang Hawari, doa merupakan salah satu bentuk komitmen keagamaan seseoarang. Doa sendiri merupakan permohonan yang dimunajatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Pengampun. Selain itu, doa merupakan suatu amalan dalam bentuk ucapan ataupun dalam hati yang berisikan permohonan kepada Allah SWT, dengan selalu mengingat nama-Nya dan sifat-Nya.[9]
Kemudian berpegang pada sabda Rasulullah bahwa do’a adalah inti (sumsum) ibadah. Ibadah disini diartikan semua usaha manusia yang bermanfaat dan karena Allah. Niat karena Allah ini perwujudannya do’a. karena do’a itu membuat ibadah punya makna dan tujuan. Dan ibadah itu sendiri hanyalah jasad yang digerakkan oleh do’a. Maka konsep do’a dekat dengan dzikir bil lisan sedang ibadah yang benar dekat dengan dzikir bil arkan. Atau dengan bahasa lain seseorang yang berdo’a untuk suatu permintaan atau sebuah sanjungan kepada Allah maka do’a itu harus muncul dalam perbuatannya (ibadah). Dalam konteks permintaan, ibadah ini berarti usaha untuk mendapatkan yang diminta. Sebab kalau orang meminta tetapi tidak mengusahakan agar permintaannya terpenuhi sama artinya mengatakan sesuatu yang tidak diperbuatnya. Padahal Allah amat benci dengan orang yang demikian. Firman Allah:[10]
“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan yang tiada kamu kerjakan.”[11]
Secara umum, terdapat adab tertentu untuk melakukan do’a yang diyakini dapat dikabulkan. Adab-adab tersebut antara lain, hendaknya dilalui dengan taubat; menghadap kiblat; membaca ta’awudz; membaca basmalah; membaca hamdalah; dan sholawat atas Nabi saw., kemudian barulah menyampaikan keinginan  dengan menyebut nama Allah SWT. Setelah selesai, hendaknya shalawat lagi dan memuji Allah. Berdoa hendaknya dilakukan dengan khusyuk, penuh harap dan keyakinan, serta dengan suara yang rendah. Tidak boleh berdoa untuk hal-hal yang tidak baik, yang dilarang, yang merugikan orang lain, dan memutus silaturrahim.[12]

B.     Terapi Dzikir dan Doa
Suatu survey yang dilakukan oleh majalah TIME dan CNN serta USA Weekend (1996), menyatakan bahwa lebih dari 70 pasien percaya bahwa keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, do’a dan dzikir dapat membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit. Sementara itu lebih dari 64% pasien menyatakan bahwa para dokter hendaknya juga memberikan terapi psikoreligius antara lain dalam bentuk berdoa dan berdzikir. Dari penelitian ini terungkap bahwa sebenarnya para pasien membutuhkan terapi keagamaan, selain terapi dengan obat-obatan dan tindakan medis lainnya.[13]
Penelitian yang dilakukan oleh Snyderman (1996) terhadap hubungan antara komitmen agama dan terapi medik mendukung temuan-temuan sebelumnya, sehingga kesimpulannya adalah bahwa terapi medik saja tanpa disertai dengan doa dan dzikir, tidaklah lengkap; sebaliknya doa dan dzikir tanpa disertai terapi medik tidaklah efektif.[14]
Bagi yang beragama Islam, ayat dan hadits dapat diamalkan dalam upaya meningkatkan kekebalan fisik maupun mental terhadap penyakit. Ayat dan hadits yang merujuk pada do’a dan dzikir yang dimaksud adalah yang artinya:
1.      “Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila berdo’a kepada-Ku”.
(Q.S. Al-Baqarah, 2: 186)
2.      “Adalah Rasulullah saw, mengingat (berdzikir) kepada Allah untuk sepanjang waktunya.
(H.R. Aisyah r.a).[15]
Menurut Amin Syukur, ada beberapa macam berdzikir, yaitu dzikir jaher (suara keras), dzikir sir (suara hati), dzikir ruh (suara ruh/ Sikap dziki), dzikir fi’ly (aktivitas), dzikir Afirmasi, dan dzikir pernafasan. Dzikir model terakhir inilah yang banyak bermanfaat untuk proses penyembuhan penyakit fisik.[16]
Untuk suatu proses penyembuhan penyakit, dzikir pernafasan dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu teknik umum, teknik pernafasan I dan teknik pernafasan II. Lebih jelas dapat dilihat dalam urutan-urutan laku sebagai berikut:
a.       Teknik Umum
·         Mata terpejam,
·         Mengosongkan nafas,
·         Membaca basmalah,
·         Lidah diketuk/ditempelkan ke langit-langit,
·         Menarik nafas, masukkan ke dalam perut,
·         Menahan nafas di perut (sambil berdo’a, mohon disembuhkan, dikuatkan dan dinormalkan)),
·         Mengeluarkannya melalui mulut, sambil mengucapkan : “Allahu Akbar”.
b.      Teknik Pernafasan I
Pernafasan dilakukan sebanyak tiga kali:
·         Konsepkan penyakit, bayangkan seperti apa.
·         Pernafasan I s/d III, visualisasi mengeluarkan penyakit dari tubuh,
·         Setelah penyakit keluar, diikuti visualisasi gunting memutus penyakit tersebut,
·         Kata “putus” diucapkan dalam hati.
c.       Teknik pernapasan II
·         Pernafasan IV, visualisasi cahaya putih (kesembuhan) menyinari seluruh tubuh, kemudian ditarik kembali dan diputar-putar pada organ yang dirasa sakit.
·         Pernafasan V, visualisasi cahaya kuning keemasan (kesehatan), dengan cara yang sama.
·         Pernafasan VI, visualisasi cahaya ungu (kekuatan) dengan cara yang sama.
·         Pernafasan VII, visualisasi air (pembersihan), dengan cara yang sama.
Setelah itu, dilanjutkan dengan membaca do’a berikut:
·         Bismillaahirrahmaanirrahiim,
·         Bimillaahisysyafii,
·         Bismillaahil Kaafi,
·         Bismillaahil Mu’aafii,
·         Bismillaahi Rabbissamaawaati wal Ardli,
·         Bismillahilladzii Laayadlurru Ma’asmihii Syai’un fil Ardli wa laa Fissamaa’i, wa Huwassamii’ul ‘Alim.
Yang artinya:
·         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
·         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha menyembuhkan,
·         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Mencukupi,
·         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Menyehatkan,
·         Dengan menyebut nama Allah, Pemelihara langit dan bumi,
·         Dengan menyebut nama Dzat yang dengan nama-Nya itu tak satupun dapat membahayakan, baik di bumi dan di langit. Dia Yang Maha Mendengar dan Maha Tahu.
Bila tidak berkemungkinan maka berdoa semampunya.[17]
Supaya tidak keluar dari rel syariat, dianjurkan agar dzikir dan doa yang dilaksanakan didasarkan dalil (nash). Baik al-Qur’an maupun hadist Nabi Muhammad Saw. Tidak dapat sembarangan menyampaikan dzikir. Begitu juga dengan doa. Ada suatu cerita yang disampaikan Ubay bin Ka’ab. Suatu ketika Ubay berada di sisi Rasulullah Saw., lalu datang seorang Arab Badui. Kemudian Arab Badui ini berkata kepada Nabi, “Hai Nabi Saw sesungguhnya aku mempunyai seorang saudara yang sedang dalam keadaan sakit.” Beliau bertanya, “Sakit apa?” Dia mnejawab, “Sakit lamam (stress ringan).” Kemudian dia membawanya menghadap kepada Nabi. Kemudian diletakkan tangan beliau di atas tangannya seraya memohon disembuhkan dari sakitnya dengan perantara (wasilah) zikir dan doa sebagai berikut.
1.      Membaca Surah al-Fatihah.
2.      Membaca empat ayat awal Surah al-Baqarah, dan membaca ayat 263, lalu membaca tiga ayat akhir al-Baqarah dan ayat kursi.
3.      Membaca ayat 18 dari surah Ali Imran.
4.      Membaca ayat 114 Surah Thaha.
5.      Membaca ayat 3 Surah Jin.
6.      Membaca 10 ayat dari awal surah ash-Shaffat.
7.      Membaca surah al-Mu’awwidzatain dan surah al-Ikhlas.[18]

IV.             KESIMPULAN
Dzikir secara bahasa berarti menyebut, mengingat, menuturkan, menjaga, mengerti, dan perbuatan baik. Sedangkan secara istilah yaitu semua ketaatan yang diniatkan karena Allah. Adapun Doa secara bahasa berarti permohonan atau panggilan. Sedangkan do’a secara istilah adalah seruan, permintaan, permohonan, pertolongan, dan ibadah kepada Allah SWT supaya terhindar dari mara bahaya dan mendapatkan manfaat.
Dzikir dan doa dapat dijadikan terapi penyembuhan terhadap penyakit, atan tetapi juga harus disertai usaha medik. Dalam terapi dzikir dikenal dengan dzikir pernafasan, yaitu terdiri dari teknik umum, teknik pernafasan I, dan teknik pernafasan II. Agar tidak melenceng dari koridor syari’at Islam, maka dzikir dan doa harus berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits.



[1] Dadang Hawari, Integrasi Agama dalam Pelayanan Medik, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2008, hal. 5.
[2] Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hal. 277.
[3] ibid
[4] Abu Wardah bin Waskat, Wasiat Dzikir dan Doa Rasullah saw, Media Insani, Yogyakarta, 2006, hal. 6.
[5] Amin Syukur, Sufi Healing (Terapi dalam Literatur Tasawuf), IAIN Walisongo, Semarang, 2010, hal. 85
[6] Amin Syukur Tasawuf Kontekstual, loc. cit hal. 85
[7] Amin Syukur, Sufi Healing (Terapi dalam Literatur Tasawuf), op. cit, hal. 92
[8] Rifyal Ka’bah, Dzikir dan Doa dalam al-Qur’an, Penerbit Paramadina, Jakarta Selatan, 1999, hal. 30
[9] Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan Metode Tasawuf, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2012, hal. 79
[10] Abu Wardah bin Waskat, loc. cit, hal. 24
[11] QS Ash-Shaff:3
[12] Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan Metode Tasawuf, op. cit, hal. 30
[13] Dadang Hawari, Integrasi Agama dalam Pelayanan Medik, loc. cit, hal. 55
[14] Ibid, hal. 56
[15] Ibid, hal. 57
[16] Amin Syukur, sufi Healing, Terapi dengan Metode Tasawuf, loc. cit,  hal. 74
[17] Ibid, hal. 76-77
[18] Amin Syukur, kuberserah, Kisah Nyata Survivor Kanker yang divonis Memiliki Kesempatan Hidup Hanya Tiga Bulan, Noura Book, Jakarta Selatan, 2012. hal. 111-112I.             PENDAHULUAN
Dzikir dan doa adalah harapan dan permintaan. Manusia sering lari kepada Tuhannya saat tiada lagi tempat meminta yang dapat diharapkan  kecuali kepada Dzat Pengasih dan Penyayang.
Dzikir  dan doa merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan oleh agama. Salah satu manfaat dianjurkannya dzikir dan doa adalah sebagai terapi penyembuhan penyakit, baik penyakit psikis maupun penyakit fisik.
         Dr. D.B Larson (1992) dan pakar lainnya dalam berbagai penelitian yang berjudul Religious Commitment and Health, menyimpulkan bahwa dalam memandu kesehatan manusia yang serba kompleks  dengan segala keterkaitannya, hendaknya komitmen agama sebagai sesuatu kekuatan jangan diabaikan begitu saja. Selanjutnya dikemukakan bahwa agama dapat berperan sebagai pelindung daripada sebagai penyebab masalah.[1] Oleh karena itu, dzikir dan doa sebagai anjuran agama merupakan salah satu solusi dalam penyembuhan berbagai penyakit.

II.          RUMUSAN MASALAH
1.      Apa makna dzikir dan doa?
2.      Bagaimana terapi penyembuhan dengan dzikir dan doa?

III.       PEMBAHASAN
A.    Pengertian Dzikir dan Doa
Pengertian Dzikir
Lafadz dzikir berasal dari bahasa Arab yang menurut bahasa memiliki bermacam-macam arti, diantaranya menyebut, mengingat, menuturkan, menjaga, mengerti, dan perbuatan baik. Bahkan lafadz yang tersusun dari akar kata dzal, kaf, dan ra’ dalam al-Qur’an terulang dalam 115 kali dengan berbagai bentuknya dan memiliki makna yang beraneka ragam sesuai dengan konteks ayat.[2]
Kadang-kadang lafadz tersebut berarti: mengingat, orang yang memiliki pengetahuan, dan dapat juga berarti al-Qur’an, yaitu Aldzikra. Seperti dalam firman Allah dalam QS al-Hijr / 15: 9, yang artinya, “Sesungguhnya Kami lah yang menurunkan Aldzikra (al-Qur’an) dan sesungguhnya Kami lah yang benar-benar menjaganya”.[3]
Sa’id Ibn Jubair ra dan para ulama’ lainnya menjelaskan, yang dimaksud dengan dzikir itu adalah semua ketaatan yang diniatkan karena Allah SWT. Hal itu berarti tidak terbatas masalah tasbih, tahlil, tahmid dan takbir. Tetapi semua aktivitas manusia yang diniatkan pada Allah SWT. Ini erat dengan sabda Rasulullah, “Barang siapa duduk dan termenung dan lupa mengingat Allah, dan barang siapa berbaring dan lupa mengingat Allah, berarti dia lepas dari Allah.”[4]
Dzikir merupakan nafas dalam kehidupan tasawuf. Ibnu Atha’illah As-Sakandari, membagi dzikir menjadi tiga bagian, yaitu dzikir jali (nyata, jelas), dzikir khafi (dzikir yang samar-samar), dan dzikir haqiqi (dzikir yang sebenar-benarnya).  Dzikir jali adalah suatu perbuatan mengingat Allah SWT dalam bentuk ucapan lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur, dan do’a kepada Allah SWT yang lebih menampakkan suara yang jelas untuk menuntun gerak hati. Dzikir khafi adalah dzikir yang dilakukan secara khusyu’ oleh ingatan hati, baik disertai dzikir lisan atau pun tidak. Sedangkan dzikir haqiqi, adalah tingkat dzikir yang paling tinggi, yang dilakukan oleh seluruh jiwa raga, lahiriyah dan bathiniyah, kapan dan mana saja, dengan memperketat upaya untuk memelihara seluruh jiwa raga dari larangan Allah dan mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.[5]
Inti dari dzikir tidak lain adalah perwujudan diri manusia sebagai hamba yang berkewajiban mengabdikan diri hanya kepada Allah. Sudah barang tentu pengabdian manusia ini tidak hanya ditunjukkan dengan ucapan saja melainkan ditunjukkan pula dalam keseluruhan gerak tubuh, sebagaimana kalangan sufi melukiskan dzikir 7 bagian tubuh. Yaitu 1) Dzikir dua mata dengan menangis sewaktu ingat dan menyebut nama Allah. 2) Dzikir dua telinga dengan mendengarkan ajaran-ajaran Allah penuh perhatian. 3) Dzikir lidah dengan sanjungan dan pujian kepada Allah. 4) Dzikir dua tangan dengan suka memberikan pertolongan kepada orang lain. 5) Dzikir  badan dengan kesetiaan dan pemenuhan kewajiban. 6) Dzikir hati dengan takut kepada Allah disertai harapan kepada-Nya. 7) Dzikir ruh dengan penyerahan sepenuhnya serta ridla kepada-Nya.[6]
Pengertian Doa
Kata doa, menurut bahasa artinya permohonan atau panggilan.[7] Sedangkan do’a dalam pengertian keagamaan Islami adalah seruan, permintaan, permohonan, pertolongan, dan ibadah kepada Allah SWT supaya terhindar dari mara bahaya dan mendapatkan manfaat.[8]
Menurut Dadang Hawari, doa merupakan salah satu bentuk komitmen keagamaan seseoarang. Doa sendiri merupakan permohonan yang dimunajatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Pengampun. Selain itu, doa merupakan suatu amalan dalam bentuk ucapan ataupun dalam hati yang berisikan permohonan kepada Allah SWT, dengan selalu mengingat nama-Nya dan sifat-Nya.[9]
Kemudian berpegang pada sabda Rasulullah bahwa do’a adalah inti (sumsum) ibadah. Ibadah disini diartikan semua usaha manusia yang bermanfaat dan karena Allah. Niat karena Allah ini perwujudannya do’a. karena do’a itu membuat ibadah punya makna dan tujuan. Dan ibadah itu sendiri hanyalah jasad yang digerakkan oleh do’a. Maka konsep do’a dekat dengan dzikir bil lisan sedang ibadah yang benar dekat dengan dzikir bil arkan. Atau dengan bahasa lain seseorang yang berdo’a untuk suatu permintaan atau sebuah sanjungan kepada Allah maka do’a itu harus muncul dalam perbuatannya (ibadah). Dalam konteks permintaan, ibadah ini berarti usaha untuk mendapatkan yang diminta. Sebab kalau orang meminta tetapi tidak mengusahakan agar permintaannya terpenuhi sama artinya mengatakan sesuatu yang tidak diperbuatnya. Padahal Allah amat benci dengan orang yang demikian. Firman Allah:[10]
“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan yang tiada kamu kerjakan.”[11]
Secara umum, terdapat adab tertentu untuk melakukan do’a yang diyakini dapat dikabulkan. Adab-adab tersebut antara lain, hendaknya dilalui dengan taubat; menghadap kiblat; membaca ta’awudz; membaca basmalah; membaca hamdalah; dan sholawat atas Nabi saw., kemudian barulah menyampaikan keinginan  dengan menyebut nama Allah SWT. Setelah selesai, hendaknya shalawat lagi dan memuji Allah. Berdoa hendaknya dilakukan dengan khusyuk, penuh harap dan keyakinan, serta dengan suara yang rendah. Tidak boleh berdoa untuk hal-hal yang tidak baik, yang dilarang, yang merugikan orang lain, dan memutus silaturrahim.[12]

B.     Terapi Dzikir dan Doa
Suatu survey yang dilakukan oleh majalah TIME dan CNN serta USA Weekend (1996), menyatakan bahwa lebih dari 70 pasien percaya bahwa keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, do’a dan dzikir dapat membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit. Sementara itu lebih dari 64% pasien menyatakan bahwa para dokter hendaknya juga memberikan terapi psikoreligius antara lain dalam bentuk berdoa dan berdzikir. Dari penelitian ini terungkap bahwa sebenarnya para pasien membutuhkan terapi keagamaan, selain terapi dengan obat-obatan dan tindakan medis lainnya.[13]
Penelitian yang dilakukan oleh Snyderman (1996) terhadap hubungan antara komitmen agama dan terapi medik mendukung temuan-temuan sebelumnya, sehingga kesimpulannya adalah bahwa terapi medik saja tanpa disertai dengan doa dan dzikir, tidaklah lengkap; sebaliknya doa dan dzikir tanpa disertai terapi medik tidaklah efektif.[14]
Bagi yang beragama Islam, ayat dan hadits dapat diamalkan dalam upaya meningkatkan kekebalan fisik maupun mental terhadap penyakit. Ayat dan hadits yang merujuk pada do’a dan dzikir yang dimaksud adalah yang artinya:
1.      “Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila berdo’a kepada-Ku”.
(Q.S. Al-Baqarah, 2: 186)
2.      “Adalah Rasulullah saw, mengingat (berdzikir) kepada Allah untuk sepanjang waktunya.
(H.R. Aisyah r.a).[15]
Menurut Amin Syukur, ada beberapa macam berdzikir, yaitu dzikir jaher (suara keras), dzikir sir (suara hati), dzikir ruh (suara ruh/ Sikap dziki), dzikir fi’ly (aktivitas), dzikir Afirmasi, dan dzikir pernafasan. Dzikir model terakhir inilah yang banyak bermanfaat untuk proses penyembuhan penyakit fisik.[16]
Untuk suatu proses penyembuhan penyakit, dzikir pernafasan dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu teknik umum, teknik pernafasan I dan teknik pernafasan II. Lebih jelas dapat dilihat dalam urutan-urutan laku sebagai berikut:
a.       Teknik Umum
·         Mata terpejam,
·         Mengosongkan nafas,
·         Membaca basmalah,
·         Lidah diketuk/ditempelkan ke langit-langit,
·         Menarik nafas, masukkan ke dalam perut,
·         Menahan nafas di perut (sambil berdo’a, mohon disembuhkan, dikuatkan dan dinormalkan)),
·         Mengeluarkannya melalui mulut, sambil mengucapkan : “Allahu Akbar”.
b.      Teknik Pernafasan I
Pernafasan dilakukan sebanyak tiga kali:
·         Konsepkan penyakit, bayangkan seperti apa.
·         Pernafasan I s/d III, visualisasi mengeluarkan penyakit dari tubuh,
·         Setelah penyakit keluar, diikuti visualisasi gunting memutus penyakit tersebut,
·         Kata “putus” diucapkan dalam hati.
c.       Teknik pernapasan II
·         Pernafasan IV, visualisasi cahaya putih (kesembuhan) menyinari seluruh tubuh, kemudian ditarik kembali dan diputar-putar pada organ yang dirasa sakit.
·         Pernafasan V, visualisasi cahaya kuning keemasan (kesehatan), dengan cara yang sama.
·         Pernafasan VI, visualisasi cahaya ungu (kekuatan) dengan cara yang sama.
·         Pernafasan VII, visualisasi air (pembersihan), dengan cara yang sama.
Setelah itu, dilanjutkan dengan membaca do’a berikut:
·         Bismillaahirrahmaanirrahiim,
·         Bimillaahisysyafii,
·         Bismillaahil Kaafi,
·         Bismillaahil Mu’aafii,
·         Bismillaahi Rabbissamaawaati wal Ardli,
·         Bismillahilladzii Laayadlurru Ma’asmihii Syai’un fil Ardli wa laa Fissamaa’i, wa Huwassamii’ul ‘Alim.
Yang artinya:
·         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
·         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha menyembuhkan,
·         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Mencukupi,
·         Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Menyehatkan,
·         Dengan menyebut nama Allah, Pemelihara langit dan bumi,
·         Dengan menyebut nama Dzat yang dengan nama-Nya itu tak satupun dapat membahayakan, baik di bumi dan di langit. Dia Yang Maha Mendengar dan Maha Tahu.
Bila tidak berkemungkinan maka berdoa semampunya.[17]
Supaya tidak keluar dari rel syariat, dianjurkan agar dzikir dan doa yang dilaksanakan didasarkan dalil (nash). Baik al-Qur’an maupun hadist Nabi Muhammad Saw. Tidak dapat sembarangan menyampaikan dzikir. Begitu juga dengan doa. Ada suatu cerita yang disampaikan Ubay bin Ka’ab. Suatu ketika Ubay berada di sisi Rasulullah Saw., lalu datang seorang Arab Badui. Kemudian Arab Badui ini berkata kepada Nabi, “Hai Nabi Saw sesungguhnya aku mempunyai seorang saudara yang sedang dalam keadaan sakit.” Beliau bertanya, “Sakit apa?” Dia mnejawab, “Sakit lamam (stress ringan).” Kemudian dia membawanya menghadap kepada Nabi. Kemudian diletakkan tangan beliau di atas tangannya seraya memohon disembuhkan dari sakitnya dengan perantara (wasilah) zikir dan doa sebagai berikut.
1.      Membaca Surah al-Fatihah.
2.      Membaca empat ayat awal Surah al-Baqarah, dan membaca ayat 263, lalu membaca tiga ayat akhir al-Baqarah dan ayat kursi.
3.      Membaca ayat 18 dari surah Ali Imran.
4.      Membaca ayat 114 Surah Thaha.
5.      Membaca ayat 3 Surah Jin.
6.      Membaca 10 ayat dari awal surah ash-Shaffat.
7.      Membaca surah al-Mu’awwidzatain dan surah al-Ikhlas.[18]

IV.             KESIMPULAN
Dzikir secara bahasa berarti menyebut, mengingat, menuturkan, menjaga, mengerti, dan perbuatan baik. Sedangkan secara istilah yaitu semua ketaatan yang diniatkan karena Allah. Adapun Doa secara bahasa berarti permohonan atau panggilan. Sedangkan do’a secara istilah adalah seruan, permintaan, permohonan, pertolongan, dan ibadah kepada Allah SWT supaya terhindar dari mara bahaya dan mendapatkan manfaat.
Dzikir dan doa dapat dijadikan terapi penyembuhan terhadap penyakit, atan tetapi juga harus disertai usaha medik. Dalam terapi dzikir dikenal dengan dzikir pernafasan, yaitu terdiri dari teknik umum, teknik pernafasan I, dan teknik pernafasan II. Agar tidak melenceng dari koridor syari’at Islam, maka dzikir dan doa harus berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits.


[1] Dadang Hawari, Integrasi Agama dalam Pelayanan Medik, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2008, hal. 5.
[2] Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hal. 277.
[3] ibid
[4] Abu Wardah bin Waskat, Wasiat Dzikir dan Doa Rasullah saw, Media Insani, Yogyakarta, 2006, hal. 6.
[5] Amin Syukur, Sufi Healing (Terapi dalam Literatur Tasawuf), IAIN Walisongo, Semarang, 2010, hal. 85
[6] Amin Syukur Tasawuf Kontekstual, loc. cit hal. 85
[7] Amin Syukur, Sufi Healing (Terapi dalam Literatur Tasawuf), op. cit, hal. 92
[8] Rifyal Ka’bah, Dzikir dan Doa dalam al-Qur’an, Penerbit Paramadina, Jakarta Selatan, 1999, hal. 30
[9] Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan Metode Tasawuf, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2012, hal. 79
[10] Abu Wardah bin Waskat, loc. cit, hal. 24
[11] QS Ash-Shaff:3
[12] Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan Metode Tasawuf, op. cit, hal. 30
[13] Dadang Hawari, Integrasi Agama dalam Pelayanan Medik, loc. cit, hal. 55
[14] Ibid, hal. 56
[15] Ibid, hal. 57
[16] Amin Syukur, sufi Healing, Terapi dengan Metode Tasawuf, loc. cit,  hal. 74
[17] Ibid, hal. 76-77
[18] Amin Syukur, kuberserah, Kisah Nyata Survivor Kanker yang divonis Memiliki Kesempatan Hidup Hanya Tiga Bulan, Noura Book, Jakarta Selatan, 2012. hal. 111-112

Tidak ada komentar:

Posting Komentar